Asas yang berasal dari bahasa Arab yang berarti asasun dasar, dasar dan pondasi. Dalam hal asas adalah dasar atau pondasi dari sesuatu untuk berpikir atau percaya. Istilah
lain yang memiliki arti yang sama dengan prinsip kata adalah asas
yang kebenaran dasar atau fundamental yang menjadi dasar pemikiran,
akting dan sebagainya. Mohammad
Daud Ali menafsirkan asas apabila terkait dengan firman kebenaran bahwa
hukum yang digunakan sebagai dasar pemikiran dan alasan terutama dalam
pendapat penegakan hukum dan implementasi. Dari
definisi tersebut, jika dikaitkan dengan perjanjian dalam kontrak
syariah hukum, kebenaran yang digunakan sebagai dasar pemikiran dan
pendapat atas kesepakatan rasional, terutama dalam penegakan hukum dan
pelaksanaan kontrak Syariah. Dalam hukum kontrak ada prinsip Syariah yang mendasari penegakan kesepakatan dan implementasi. Prinsip
perjanjian diklasifikasikan ke dalam prinsip-prinsip perjanjian yang
tidak konsekuensi hukum dan bersifat umum dan prinsip-prinsip hukum
perjanjian dan menyebabkan spesifik. Prinsip-prinsip hukum perjanjian dan konsekuensinya tidak umum adalah:
A. Ilahi prinsip atau prinsip Tauhid
Setiap perilaku manusia dan tindakan tidak akan terhindar dari ketentuan Allah SWT. Kegiatan mu'amalah termasuk akta perjanjian, tidak akan pernah lepas dari nilai-nilai tauhid. Dengan demikian manusia memiliki tanggung jawab untuk itu. Tanggung
jawab terhadap masyarakat, tanggung jawab kepada pihak kedua, tanggung
jawab kepada diri sendiri, dan tanggung jawab kepada Allah.
B. Prinsip Kebolehan (mabda al-Ibahah)
Ada aturan fiqhiyah yang artinya, "Pada prinsipnya semuanya diperbolehkan sampai ada bukti yang melarang". Aturan
fiqh berasal dari dua berikut hadits: Hadis riwayat al Bazar dan
at-Thabrani yang artinya:. "Apa-apa yang Allah diperbolehkan adalah
halal dan apa yang haram adalah haram Allah, dan apa yang dibungkam
dimaafkan Kemudian menerima pengampunan-Nya dari Tuhan. Sesungguhnya Allah tidak melupakan apa-apa ". Keterampilan ini terbatas tidak hukum dasar menentangnya.
C. Prinsip Keadilan (Al 'adalah)
Dalam QS. Al-Hadid
(57): 25 menyatakan bahwa Allah berfirman, yang artinya "Sesungguhnya
Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti nyata dan Kami
turunkan bersama mereka Kitab dan Neraca (keadilan) bahwa orang dapat
melaksanakan keadilan".
D. Prinsip Kesetaraan atau Kesetaraan
Hubungan mu'amalah dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Dalam kontrak para pihak untuk menentukan hak dan kewajiban masing-masing berdasarkan prinsip kesetaraan dan keadilan. Ketidakadilan tidak diizinkan untuk melakukan dalam kontrak. Jadi tidak diperbolehkan untuk mendiskriminasi orang berdasarkan warna kulit, agama, adat dan ras. Dalam
QS.al-Hujurat (49): 13 disebutkan yang artinya "Hai manusia,
sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan
dan membuat engkau menjadi bangsa-bangsa dan suku-suku supaya kamu
saling mengenal"
E. Prinsip Kejujuran dan Kebenaran (Ash Shidiq)
Jika
kejujuran tidak diterapkan dalam kontrak, maka akan merusak legalitas
kontrak dan menimbulkan perselisihan antara para pihak. QS.al-Ahzab
(33): 70 menyebutkan bahwa itu artinya, "Wahai orang - orang yang
beriman kepada Allah dan bertaqwalah mengucapkan kata-kata yang tepat." Sebuah
perjanjian dapat dikatakan benar jika memiliki manfaat bagi para pihak
untuk perjanjian dan bagi masyarakat dan lingkungan. Meskipun kesepakatan ini membawa madharat dilarang.
F. Ditulis prinsip (Al kitabah)
Sebuah perjanjian harus secara tertulis agar dapat digunakan sebagai bukti di kemudian hari ketika perselisihan terjadi. Dalam
QS.al-Baqarah (2), 282-283 dapat memahami bahwa Allah menyarankan orang
untuk perjanjian secara tertulis, di hadapan saksi dan individu yang
diberi tanggung jawab untuk membuat perjanjian dan saksi tersebut. Selain itu juga dianjurkan bila kesepakatan tidak dilakukan secara tunai, dapat menahan sebuah benda sebagai jaminan.
G. prinsip itikad baik (Keyakinan Prinsip)
Prinsip
ini dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata, yang
berbunyi, "Perjanjian tersebut harus dijalankan dengan itikad baik". Prinsip
ini menyiratkan bahwa para pihak perjanjian harus melaksanakan
substansi kontrak atau prestasi didasarkan pada keyakinan atau keyakinan
serta kesediaan kedua belah pihak untuk mencapai tujuan perjanjian.
H. Prinsip kegunaan dan manfaat
Prinsip
ini berarti bahwa semua bentuk perjanjian yang harus dilakukan untuk
membawa manfaat dan untuk kepentingan kedua belah pihak yang mengadakan
perjanjian serta masyarakat sekitar meskipun tidak ada ketentuan dalam
Quran dan Al Hadits. Manfaat dan prinsip manfaat sangat relevan dengan tujuan hukum Islam yang universal. Sebagai
filsuf Islam di masa lalu seperti al-Ghazali (w.505/1111) dan
abu-Syatibi (w 790/1388) merumuskan tujuan hukum Islam berdasarkan
ayat-ayat al-Qur'an dan al-Hadis sebagai mewujudkan manfaat. Mematuhi
manfaat yang dimaksud dan melindungi lima kepentingan dasar melindungi
keberagamaan manusia, tubuh dan jiwa, pikiran, martabat diri dan
keluarga, serta kekayaan.
I. Konsensualisme prinsip atau asas kesediaan (mabda 'ar-rada'iyyah)
Dalam QS. Prinsip
ini juga terkandung dalam hadis diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan
al-Baihaqi yang artinya: "Sesungguhnya pembelian lisensi berbasis
(rida)". Selain itu prinsip ini juga dapat dilihat dalam bagian 1320 ayat (1) KUH Perdata. Dalam artikel itu ditentukan bahwa salah satu syarat berlakunya perjanjian adalah kesepakatan kedua belah pihak. Prinsip
Konsensualisme adalah prinsip yang menyatakan bahwa perjanjian pada
umumnya tidak secara resmi digelar, tapi cukup dengan kesepakatan kedua
belah pihak, yang merupakan pendekatan antara kemauan dan pernyataan
yang dibuat oleh kedua belah pihak.
J. Prinsip kebebasan berkontrak (mabda 'Hurriyah di-ta'aqud)
Islam memberikan kebebasan kepada para pihak untuk membuat komitmen. Jika disepakati bentuk dan isi, pertunangan adalah mengikat para pihak sepakat dan telah menerapkan semua hak dan kewajiban. Dalam QS.al-Maidah (5): 1 disebutkan, yang berarti "Hai orang yang beriman, memenuhi perjanjian"
K. prinsip mengikat berasal dari tradisi Nabi Muhammad
berarti: "Muslim terikat dengan perjanjian (klausa) mereka, kecuali
perjanjian (klausul) yang melarang halal atau menghalalkan yang haram."
Dari
hadits di atas dapat dipahami bahwa setiap orang yang melakukan
perjanjian terikat dengan perjanjian yang telah disepakati dengan pihak
lain dalam perjanjian. Sehingga keseluruhan perjanjian adalah aturan yang harus dilakukan oleh pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.
L. Prinsip Saldo Prestasi
Yang
dimaksud dengan prinsip ini adalah prinsip yang mengharuskan kedua
belah pihak untuk bertemu dan menerapkan perjanjian.Dalam ilustrasi ini
dapat diberikan, kreditur memiliki kekuatan untuk menuntut jika prestasi
dan pencapaian yang diperlukan dapat meminta pembayaran melalui
properti debitur, tetapi beruang debitur kewajiban untuk melaksanakan perjanjian dengan itikad baik.
M. Prinsip kepastian hukum (asas pacta Sunt servanda)
Prinsip kepastian hukum secara umum disebut dalam kalimat terakhir QS. Selanjutnya, dalam QS.al-Maidah (5): 95 dapat dipahami Tuhan untuk mengampuni apa yang terjadi di masa lalu. Prinsip kepastian hukum berkaitan dengan hasil kesepakatan tersebut. Dalam
hal ini hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak
yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya hukum, mereka
seharusnya tidak campur tangan dalam substansi kontrak yang dibuat oleh
para pihak. Pacta
Sunt prinsip servanda dapat diringkas dalam sebuah paragraf pasal 1338
(1) KUH Perdata, yang berbunyi, "Perjanjian yang dibuat sah secara hukum
sebagai hukum."
N. Prinsip Kepribadian (Personality)
Prinsip
Kepribadian adalah prinsip yang menentukan bahwa seseorang yang akan
melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan pribadi. Hal ini dapat dipahami dari artikel 1315 dan pasal 1340 KUH Perdata. Bagian Perdata 1315 berbunyi: "Secara umum, orang tidak bisa memegang komitmen atau perjanjian kecuali untuk dirinya sendiri". Sementara bagian Perdata 1340 menyatakan bahwa "Perjanjian tersebut hanya berlaku antara pihak-pihak untuk membuat". Tapi
ada pengecualian ketentuan sebagaimana diperkenalkan dalam pasal 1317
KUH Perdata, yang berbunyi: ". Hal ini juga dapat diadakan untuk
kepentingan perjanjian pihak ketiga, jika kesepakatan dibuat untuk diri
sendiri atau hadiah kepada orang lain berisi persyaratan tersebut" Artikel
ini membangun bahwa seseorang dapat memiliki perjanjian dengan pihak
ketiga untuk kepentingan persyaratan yang ditentukan.
O. Prinsip kebebasan berkontrak
Persetujuan
prinsip-prinsip Islam memeluk apa yang disebut dalam undang-undang
sebagai "prinsip kebebasan berkontrak" (mabda 'al-Hurriyah ta'aqud). Prinsip
ini penting untuk diingat diuraikan pertanyaan, apakah konsep dan
bentuk transaksi atau perjanjian yang terdapat dalam buku-buku fiqih
tanpa kebebasan umat Islam untuk mengembangkan bentuk-bentuk baru dari
kontrak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat saat ini? Atau
apakah umat Islam diberi kebebasan untuk melakukan transaksi atau
kontrak baru untuk kontrak baru tidak bertentangan dengan
prinsip-prinsip Islam? Dalam
prinsip kebebasan berkontrak, kebebasan berarti bagi seseorang untuk
membuat jenis perjanjian dan berisi apa saja sesuai dengan
kepentingannya dalam batas-batas kesusilaan dan ketertiban umum, bahkan
jika perjanjian tersebut bertentangan dengan aturan hukum atau artikel
perjanjian. Sebagai
contoh, menurut aturan hukum kontrak, barang yang dibeli dan dijual
oleh pihak harus dibiarkan di tempat barang berada pada saat kesepakatan
ditutup. Namun, para pihak dapat memutuskan sebaliknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar