Senin, 29 April 2013

Postingan 2


Nama : Wahyu Rahmadi
NPM  : 27211338
Kelas  : 2EB08


Judul                : Asas-Asas Perjanjian (Akad) dalam Hukum Kontrak Syari’ah
Pengarang        : Rahmani Timorita Yulianti*

Asas Perjanjian (Akad)
Asas yang berasal dari bahasa Arab yang berarti asasun dasar, dasar dan pondasi. Dalam hal asas adalah dasar atau pondasi dari sesuatu untuk berpikir atau percaya. Istilah lain yang memiliki arti yang sama dengan prinsip kata adalah asas yang kebenaran dasar atau fundamental yang menjadi dasar pemikiran, akting dan sebagainya. Mohammad Daud Ali menafsirkan asas apabila terkait dengan firman kebenaran bahwa hukum yang digunakan sebagai dasar pemikiran dan alasan terutama dalam pendapat penegakan hukum dan implementasi. Dari definisi tersebut, jika dikaitkan dengan perjanjian dalam kontrak syariah hukum, kebenaran yang digunakan sebagai dasar pemikiran dan pendapat atas kesepakatan rasional, terutama dalam penegakan hukum dan pelaksanaan kontrak Syariah. Dalam hukum kontrak ada prinsip Syariah yang mendasari penegakan kesepakatan dan implementasi. Prinsip perjanjian diklasifikasikan ke dalam prinsip-prinsip perjanjian yang tidak konsekuensi hukum dan bersifat umum dan prinsip-prinsip hukum perjanjian dan menyebabkan spesifik. Prinsip-prinsip hukum perjanjian dan konsekuensinya tidak umum adalah: 

A. Ilahi prinsip atau prinsip Tauhid 
Setiap perilaku manusia dan tindakan tidak akan terhindar dari ketentuan Allah SWT. Kegiatan mu'amalah termasuk akta perjanjian, tidak akan pernah lepas dari nilai-nilai tauhid. Dengan demikian manusia memiliki tanggung jawab untuk itu. Tanggung jawab terhadap masyarakat, tanggung jawab kepada pihak kedua, tanggung jawab kepada diri sendiri, dan tanggung jawab kepada Allah. 

B. Prinsip Kebolehan (mabda al-Ibahah) 
Ada aturan fiqhiyah yang artinya, "Pada prinsipnya semuanya diperbolehkan sampai ada bukti yang melarang". Aturan fiqh berasal dari dua berikut hadits: Hadis riwayat al Bazar dan at-Thabrani yang artinya:. "Apa-apa yang Allah diperbolehkan adalah halal dan apa yang haram adalah haram Allah, dan apa yang dibungkam dimaafkan Kemudian menerima pengampunan-Nya dari Tuhan. Sesungguhnya Allah tidak melupakan apa-apa ". Keterampilan ini terbatas tidak hukum dasar menentangnya.

C. Prinsip Keadilan (Al 'adalah) 

Dalam QS. Al-Hadid (57): 25 menyatakan bahwa Allah berfirman, yang artinya "Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti nyata dan Kami turunkan bersama mereka Kitab dan Neraca (keadilan) bahwa orang dapat melaksanakan keadilan". 

D. Prinsip Kesetaraan atau Kesetaraan 
Hubungan mu'amalah dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Dalam kontrak para pihak untuk menentukan hak dan kewajiban masing-masing berdasarkan prinsip kesetaraan dan keadilan. Ketidakadilan tidak diizinkan untuk melakukan dalam kontrak. Jadi tidak diperbolehkan untuk mendiskriminasi orang berdasarkan warna kulit, agama, adat dan ras. Dalam QS.al-Hujurat (49): 13 disebutkan yang artinya "Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan dan membuat engkau menjadi bangsa-bangsa dan suku-suku supaya kamu saling mengenal" 

E. Prinsip Kejujuran dan Kebenaran (Ash Shidiq) 
Jika kejujuran tidak diterapkan dalam kontrak, maka akan merusak legalitas kontrak dan menimbulkan perselisihan antara para pihak. QS.al-Ahzab (33): 70 menyebutkan bahwa itu artinya, "Wahai orang - orang yang beriman kepada Allah dan bertaqwalah mengucapkan kata-kata yang tepat." Sebuah perjanjian dapat dikatakan benar jika memiliki manfaat bagi para pihak untuk perjanjian dan bagi masyarakat dan lingkungan. Meskipun kesepakatan ini membawa madharat dilarang. 

F. Ditulis prinsip (Al kitabah) 
Sebuah perjanjian harus secara tertulis agar dapat digunakan sebagai bukti di kemudian hari ketika perselisihan terjadi. Dalam QS.al-Baqarah (2), 282-283 dapat memahami bahwa Allah menyarankan orang untuk perjanjian secara tertulis, di hadapan saksi dan individu yang diberi tanggung jawab untuk membuat perjanjian dan saksi tersebut. Selain itu juga dianjurkan bila kesepakatan tidak dilakukan secara tunai, dapat menahan sebuah benda sebagai jaminan. 

G. prinsip itikad baik (Keyakinan Prinsip)
Prinsip ini dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata, yang berbunyi, "Perjanjian tersebut harus dijalankan dengan itikad baik". Prinsip ini menyiratkan bahwa para pihak perjanjian harus melaksanakan substansi kontrak atau prestasi didasarkan pada keyakinan atau keyakinan serta kesediaan kedua belah pihak untuk mencapai tujuan perjanjian. 

H. Prinsip kegunaan dan manfaat 
Prinsip ini berarti bahwa semua bentuk perjanjian yang harus dilakukan untuk membawa manfaat dan untuk kepentingan kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian serta masyarakat sekitar meskipun tidak ada ketentuan dalam Quran dan Al Hadits. Manfaat dan prinsip manfaat sangat relevan dengan tujuan hukum Islam yang universal. Sebagai filsuf Islam di masa lalu seperti al-Ghazali (w.505/1111) dan abu-Syatibi (w 790/1388) merumuskan tujuan hukum Islam berdasarkan ayat-ayat al-Qur'an dan al-Hadis sebagai mewujudkan manfaat. Mematuhi manfaat yang dimaksud dan melindungi lima kepentingan dasar melindungi keberagamaan manusia, tubuh dan jiwa, pikiran, martabat diri dan keluarga, serta kekayaan. 

I. Konsensualisme prinsip atau asas kesediaan (mabda 'ar-rada'iyyah) 
Dalam QS. Prinsip ini juga terkandung dalam hadis diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan al-Baihaqi yang artinya: "Sesungguhnya pembelian lisensi berbasis (rida)". Selain itu prinsip ini juga dapat dilihat dalam bagian 1320 ayat (1) KUH Perdata. Dalam artikel itu ditentukan bahwa salah satu syarat berlakunya perjanjian adalah kesepakatan kedua belah pihak. Prinsip Konsensualisme adalah prinsip yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak secara resmi digelar, tapi cukup dengan kesepakatan kedua belah pihak, yang merupakan pendekatan antara kemauan dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak. 

J. Prinsip kebebasan berkontrak (mabda 'Hurriyah di-ta'aqud) 
Islam memberikan kebebasan kepada para pihak untuk membuat komitmen. Jika disepakati bentuk dan isi, pertunangan adalah mengikat para pihak sepakat dan telah menerapkan semua hak dan kewajiban. Dalam QS.al-Maidah (5): 1 disebutkan, yang berarti "Hai orang yang beriman, memenuhi perjanjian" 

K. prinsip mengikat berasal dari tradisi Nabi Muhammad 
berarti: "Muslim terikat dengan perjanjian (klausa) mereka, kecuali perjanjian (klausul) yang melarang halal atau menghalalkan yang haram." Dari hadits di atas dapat dipahami bahwa setiap orang yang melakukan perjanjian terikat dengan perjanjian yang telah disepakati dengan pihak lain dalam perjanjian. Sehingga keseluruhan perjanjian adalah aturan yang harus dilakukan oleh pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. 

L. Prinsip Saldo Prestasi 
Yang dimaksud dengan prinsip ini adalah prinsip yang mengharuskan kedua belah pihak untuk bertemu dan menerapkan perjanjian.Dalam ilustrasi ini dapat diberikan, kreditur memiliki kekuatan untuk menuntut jika prestasi dan pencapaian yang diperlukan dapat meminta pembayaran melalui properti debitur, tetapi beruang debitur kewajiban untuk melaksanakan perjanjian dengan itikad baik. 

M. Prinsip kepastian hukum (asas pacta Sunt servanda) 
 Prinsip kepastian hukum secara umum disebut dalam kalimat terakhir QS. Selanjutnya, dalam QS.al-Maidah (5): 95 dapat dipahami Tuhan untuk mengampuni apa yang terjadi di masa lalu. Prinsip kepastian hukum berkaitan dengan hasil kesepakatan tersebut. Dalam hal ini hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya hukum, mereka seharusnya tidak campur tangan dalam substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Pacta Sunt prinsip servanda dapat diringkas dalam sebuah paragraf pasal 1338 (1) KUH Perdata, yang berbunyi, "Perjanjian yang dibuat sah secara hukum sebagai hukum." 

N. Prinsip Kepribadian (Personality) 
Prinsip Kepribadian adalah prinsip yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan pribadi. Hal ini dapat dipahami dari artikel 1315 dan pasal 1340 KUH Perdata. Bagian Perdata 1315 berbunyi: "Secara umum, orang tidak bisa memegang komitmen atau perjanjian kecuali untuk dirinya sendiri". Sementara bagian Perdata 1340 menyatakan bahwa "Perjanjian tersebut hanya berlaku antara pihak-pihak untuk membuat". Tapi ada pengecualian ketentuan sebagaimana diperkenalkan dalam pasal 1317 KUH Perdata, yang berbunyi: ". Hal ini juga dapat diadakan untuk kepentingan perjanjian pihak ketiga, jika kesepakatan dibuat untuk diri sendiri atau hadiah kepada orang lain berisi persyaratan tersebut" Artikel ini membangun bahwa seseorang dapat memiliki perjanjian dengan pihak ketiga untuk kepentingan persyaratan yang ditentukan. 

O. Prinsip kebebasan berkontrak 
Persetujuan prinsip-prinsip Islam memeluk apa yang disebut dalam undang-undang sebagai "prinsip kebebasan berkontrak" (mabda 'al-Hurriyah ta'aqud). Prinsip ini penting untuk diingat diuraikan pertanyaan, apakah konsep dan bentuk transaksi atau perjanjian yang terdapat dalam buku-buku fiqih tanpa kebebasan umat Islam untuk mengembangkan bentuk-bentuk baru dari kontrak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat saat ini? Atau apakah umat Islam diberi kebebasan untuk melakukan transaksi atau kontrak baru untuk kontrak baru tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam? Dalam prinsip kebebasan berkontrak, kebebasan berarti bagi seseorang untuk membuat jenis perjanjian dan berisi apa saja sesuai dengan kepentingannya dalam batas-batas kesusilaan dan ketertiban umum, bahkan jika perjanjian tersebut bertentangan dengan aturan hukum atau artikel perjanjian. Sebagai contoh, menurut aturan hukum kontrak, barang yang dibeli dan dijual oleh pihak harus dibiarkan di tempat barang berada pada saat kesepakatan ditutup. Namun, para pihak dapat memutuskan sebaliknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar