Koperasi Indonesia
Menghadapi Era Globalisasi
Potret Singkat Kinerja Koperasi di Indonesia
Berdasarkan data resmi dari Departemen Koperasi dan UKM, sampai dengan
bulan November 2001, jumlah koperasi di seluruh Indonesia tercatat sebanyak
103.000 unit lebih, dengan jumlah keanggotaan ada sebanyak 26.000.000 orang. Jumlah itu jika
dibanding dengan jumlah koperasi per-Desember 1998 mengalami peningkatan
sebanyak dua kali lipat. Jumlah koperasi aktif, juga mengalami perkembangan
yang cukup menggembirakan. Jumlah koperasi aktif per-November 2001, sebanyak
96.180 unit (88,14 persen). Hingga tahun 2004
tercatat 130.730, tetapi yang aktif mencapai 71,50%, sedangkan yang menjalan
rapat tahunan anggota (RAT) hanya 35,42% koperasi saja. Tahun 2006
tercatat ada 138.411 unit dengan anggota 27.042.342 orang akan tetapi yang
aktif 94.708 unit dan yang tidak aktif sebesar 43.703 unit. Sedangkan menurut
Ketua Umum Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin), Adi Sasono, yang diberitakan di
Kompas, Kamis, per 31 Mei 2007 terdapat 138.000 koperasi di Indonesia, namun 30
persennya belum aktif. Informasi terakhir dari
Triyatna (2009), jumlah koperasi tahun 2007 mencapai 149.793 units, diantaranya
104.999 aktif, atau sekitar 70% dari jumlah koperasi dan sisanya 44.794
non-aktif (Tabel 4). Selama periode 2006-2007, jumlah koperasi aktif tumbuh
6,1% sedangkan laju pertumbuhan koperasi tidak aktif sekitar 5,7%. Corak
koperasi Indonesia adalah koperasi dengan skala sangat kecil.
Tabel :
Perkembangan Usaha Koperasi, 1998-2007*
Periode
|
Jumlah unit
|
Jumlah anggota
(juta orang)
|
Koperasi aktif
|
RAT (% dari koperasi aktif
|
|
Jumlah
|
%
|
||||
Des. 1998
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
|
52.000
103.077
110.766
117.906
123.181
130.730
132.965
141.738
149.793
|
..
27,3
23,7
24,001
27,3
27,5
27,4
28,1
..
|
..
..
96.180
..
93.800
93.402
94.818
94.708
104.999
|
..
86,3
81,0
78,9
76,20
71,50
71,0
70,1
70,00
|
..
40,8
41,9
46,3
47,6
49,6
47,4
46,7
..
|
Sumber: Menegkop & UKM
Mengenai
jumlah koperasi yang meningkat cukup pesat sejak krisis ekonomi 1997/98,
menurut Soetrisno (2003a,c), pada dasarnya sebagai tanggapan terhadap dibukanya
secara luas pendirian koperasi dengan pencabutan Inpres 4/1984 dan lahirnya Inpres
18/1998. Sehingga orang bebas mendirikan koperasi pada basis pengembangan dan
hingga 2001 sudah lebih dari 35 basis pengorganisasian koperasi.
Salah
satu indikator yang umum digunakan untuk mengukur kinerja koperasi adalah
perkembangan volume usaha dan sisa hasil usaha (SHU). Data yang ada menunjukkan
bahwa kedua indikator tersebut mengalami peningkatan selama periode 2000-2006.
Untuk volume usaha, nilainya naik dari hampir 23,1 triliun rupiah tahun 2000 ke
hampir 54,8 triliun rupiah tahun 2006; sedangkan SHU dari 695 miliar rupiah
tahun 2000 ke 3,1 triliun rupiah tahun 2006. (Tabel 5). Menurut data paling
akhir yang ada yang dikutip oleh Triyatna (2009), pada tahun 2007 jumlah SHU
koperasi aktif mencapai 3.470 miliar rupiah sedangkan modal luar koperasi aktif
sekitar 23.324 miliar rupiah. Selama periode 2006-2007, pertumbuhan SHU sekitar
7,9% dan modal luar 5,7%.
Tabel : Perkembangan Usaha Koperasi,
2000-2006*
Periode
|
Rasio modal sendiri dan modal luar
|
Volume usaha
(Rp miliar)
|
SHU
(Rp miliar)
|
SHU terhadap
volume usaha (%)
|
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
|
0,55
0,72
0,58
0,63
0,71
0,71
0,77
..
|
23.122
38.730
26.583
31.684
37.649
34.851
54.761
..
|
695
3.134
1.090
1.872
2.164
2.279
3.131
3.470
|
3,00
8,09
4,1
5,91
5,75
6,54
5,72
..
|
Sumber:
Menegkop & UKM
Memasuki tahun 2000 koperasi Indonesia didominasi oleh koperasi kredit yang
menguasai antara 55%-60% dari keseluruhan aset koperasi. Sementara itu dilihat
dari populasi koperasi yang terkait dengan program pemerintah hanya sekitar 25%
dari populasi koperasi atau sekitar 35% dari populasi koperasi aktif. Hingga
akhir 2002, posisi koperasi dalam pasar perkreditan mikro menempati tempat
kedua setelah Bank Rakyat Indonesia (BRI)-unit desa sebesar 46% dari KSP/USP
dengan pangsa sekitar 31%. Dengan demikian walaupun program pemerintah cukup
gencar dan menimbulkan distorsi pada pertumbuhan kemandirian koperasi, tetapi
hanya menyentuh sebagian dari populasi koperasi yang ada. Sehingga pada
dasarnya masih besar elemen untuk tumbuhnya kemandirian koperasi (Soetrisno,
2003c).
Berdasarkan data propinsi 2006,
jumlah koperasi dan jumlah koperasi aktif sebagai persentase dari jumlah
koperasi bervariasi antar propinsi. Pertanyaan sekarang adalah kenapa jumlah
koperasi atau proporsi koperasi aktif berbeda menurut propinsi? Apakah mungkin
ada hubungan erat dengan kondisi ekonomi yang jika diukur dengan pendapatan
atau produk domestic regional bruto (PDRB) per kapita memang berbeda antar
propinsi? Secara teori, hubungan antara koperasi aktif dan kondisi ekonomi atau pendapatan per kapita bisa positif
atau negatif.
Dari sisi permintaan (pasar output), pendapatan per kapita yang tinggi yang
membuat prospek pasar output baik, atau pasar output dalam kondisi booming, memberi suatu insentif bagi
perkembangan aktivitas koperasi karena pelaku-pelaku koperasi melihat besarnya
peluang pasar (ceteris paribus).
Fenomena yang bisa disebut efek demand-pull.
Dari sisi penawaran (pasar input; dalam hal ini petani atau produsen),
pendapatan per kapita yang tinggi yang menciptakan peluang pasar atau
peningkatan penghasilan bagi individu petani atau produsen bisa menjadi suatu
faktor disinsentif bagi kebutuhan para petani atau produsen untuk membentuk
koperasi. Fenomena yang dapat disebut supply-push.
Ciri-Ciri Globalisasi
Ciri-ciri globalisasi ditandai dengan
adanya pergerakan barang, modal dan uang dengan bebas dan perlakuan terhadap
pelaku ekonomi sendiri dan asing (luar negeri) sama. Sehingga era globalisasi
sering menjadi dilema bagi masyarakat, pemerintah dan dunia usaha. Kita tidak
bisa membendung dan menahan bergulirnya globalisasi di tengah-tengah
masyarakat, yang bisa kita lakukan adalah mengantisipasi dan mempersiapkan diri
terhadap tantangan globalisasi.
Para pelaku usaha khususnya koperasi dan
UMKM harus mampu bersikap reaktif dan antisipatif menghadapi globalisasi
ekonomi. Bukan mengeluh dan berteriak bahwa kita belum siap menghadapi
globalisasi tanpa ada usaha dan kerja keras. Berteriak dan mengeluh bukan
merupakan jalan keluar dari ancaman globalisasi.
Kontroversipun muncul di kalangan
akademisi, pengamat dan para pelaku bisnis. Ada yang berteriak lantang, bahwa
kita belum siap menghadapi perdagangan bebas dengan Cina (ACFTA), namun anehnya
setelah ditelusuri siapa yang berteriak lantang? Rupanya berasal dari pengamat,
bukan pelaku bisnis. Kalau ada pelaku bisnis yang berteriak belum siap, bisa
jadi mereka adalah pelaku bisnis yang mengemplang pajak.
Cukup kita sadari bahwa globalisasi
ekonomi sekalipun telah menjadi sistem yang mendunia, tetapi tetap saja berada
dalam ranah yang penuh kontroversi. Di satu sisi globalisasi mempunyai dampak
positif di antara aktor-aktor ekonomi dunia. Mereka meyakini bahwa pasar
terbuka, arus modal tanpa pembatas, akan memaksimalkan efisiensi dan
efektifitas ekonomi demi terwujudnya kesejahteraan untuk semua. Sebaliknya di
sisi lain kelompok anti globalisasi meyakini bahwa liberalisasi ekonomi hanya
akan menguntungkan yang kuat dan melumpuhkan yang lemah, menciptakan
kebangkrutan dan ketergantungan struktural negara berkembang atas negara maju.
Koperasi di Era Globalisasi
Keberadaan beberapa koperasi telah
dirasakan peran dan manfaatnya bagi masyarakat, walaupun derajat dan
intensitasnya berbeda. Setidaknya terdapat tiga tingkat bentuk eksistensi
koperasi bagi masyarakat (PSP-IPB, 1999) :
Pertama, koperasi dipandang sebagai lembaga yang menjalankan suatu kegiatan usaha
tertentu, dan kegiatan usaha tersebut diperlukan oleh masyarakat. Kegiatan
usaha dimaksud dapat berupa pelayanan kebutuhan keuangan atau perkreditan, atau
kegiatan pemasaran, atau kegiatan lain. Pada tingkatan ini biasanya koperasi
penyediakan pelayanan kegiatan usaha yang tidak diberikan oleh lembaga usaha
lain atau lembaga usaha lain tidak dapat melaksanakannya akibat adanya hambatan
peraturan. Peran koperasi ini juga terjadi jika pelanggan memang tidak memiliki
aksesibilitas pada pelayanan dari bentuk lembaga lain. Hal ini dapat dilihat
pada peran beberapa Koperasi Kredit dalam menyediaan dana yang relatif mudah
bagi anggotanya dibandingkan dengan prosedur yang harus ditempuh untuk
memperoleh dana dari bank. Juga dapat dilihat pada beberapa daerah yang dimana
aspek geografis menjadi kendala bagi masyarakat untuk menikmati pelayanan dari
lembaga selain koperasi yang berada di wilayahnya.
Kedua, koperasi telah menjadi alternatif bagi lembaga usaha
lain. Pada kondisi ini masyarakat telah merasakan bahwa manfaat dan peran
koperasi lebih baik dibandingkan dengan lembaga lain. Keterlibatan anggota
(atau juga bukan anggota) dengan koperasi adalah karena pertimbangan rasional
yang melihat koperasi mampu memberikan pelayanan yang lebih baik. Koperasi yang
telah berada pada kondisi ini dinilai berada pada ‘tingkat’ yang lebih tinggi
dilihat dari perannya bagi masyarakat. Beberapa KUD untuk beberapa kegiatan
usaha tertentu diidentifikasikan mampu memberi manfaat dan peran yang memang
lebih baik dibandingkan dengan lembaga usaha lain, demikian pula dengan
Koperasi Kredit.
Ketiga, koperasi menjadi organisasi yang dimiliki oleh
anggotanya. Rasa memilki ini dinilai telah menjadi faktor utama yang
menyebabkan koperasi mampu bertahan pada berbagai kondisi sulit, yaitu dengan
mengandalkan loyalitas anggota dan kesediaan anggota untuk bersama-sama
koperasi menghadapi kesulitan tersebut. Sebagai ilustrasi, saat kondisi
perbankan menjadi tidak menentu dengan tingkat bunga yang sangat tinggi,
loyalitas anggota Kopdit membuat anggota tersebut tidak memindahkan dana yang
ada di koperasi ke bank. Pertimbangannya adalah bahwa keterkaitan dengan Kopdit
telah berjalan lama, telah diketahui kemampuannya melayani, merupakan
organisasi ‘milik’ anggota, dan ketidak-pastian dari dayatarik bunga bank.
Berdasarkan ketiga kondisi diatas, maka wujud peran yang diharapkan sebenarnya
adalah agar koperasi dapat menjadi organisasi milik anggota sekaligus mampu
menjadi alternatif yang lebih baik dibandingkan dengan lembaga lain.
Jadi jelas terlihat bahwa Koperasi
Indonesia masih sangat penting walaupun harus menghadapi era globalisasi dimana
semakin banyak pesaing ekonomi yang bermunculan dari luar negeri dan walaupun
seperti itu, Koperasi masih sangat penting dan sangat dibutuhkan oleh
masyarakat Indonesia, selalu berusaha mensejahterakan rakyat Indonesia. Selain
itu koperasi tidak harus hilang berbaur atau mengikuti trend negara lain dan
masih dapat berdiri dan menjalankan fungsi-fungsinnya selama ini.
Langkah-Langkah Antisipatif Koperasi Dalam
Globalisasi
Dari sisi eksternal, terdapat semacam ambiguitas
pemerintah dalam konteks pengembangankoperasi. Karena sumberdaya dan budidaya
koperasi lebih di alokasikan untuk menguraikankonflik-konflik sosial politik,
maka agenda ekonomi konkret tidak dapat diwujudkan.Koperasi jadi impoten,
dimana fungsi sebagai wahana mobilisasi tidak dan perjuanganperekonomian rakyat
kecil tidak berjalan.Jadi langkah pembenahan koperasi, pertama-tama harus dapat
merestrukturisasihambatan internal, dengan mengkikis habis segala konflik yang
ada.
Untuk menggantimentalitas
pencarian rente yang oportunitis, dibutuhkan upaya penumbuhkembangan etosdan
mentalitas kewirausahaan para pengurus dan angota koperasi. Langkah-langkah
inovasiusaha perlu terus ditumbuhkembangkan. Kedua, pembenahan manajerial.
Manajemenkoperasi dimasa datang menghendaki pengarahan fokus terhadap paasr,
sistem pencatatan keuangan yang baik, serta perencanaan arus kas dan kebutuhan
modal mendatang. Ketiga, strategi integrasi keluar dan kedalam. Dalam integrasi
ke luar, dibutuhkan kerjasama terspesialisasi antar koperasi maupun kerjasama
dengan para pelaku lainnya dengan prinsipsaling menguntungkan. Ke dalam,
koperasi dituntut untuk menempatkan anggotanyasebagai pelaku aktif dalam proses
produksi dan distribusi dapat memenuhi suarat-syaratpenghematan biaya,
pemanfaatan modal, spesialisasi, keorganisasian, fleksibilitas danpemekaran
kesempatan kerhja. Menurut Indra Ismawan (2001), pada gilirannya koperasiakan
memadukan istrilah the bigger is
better dengan small is beautiful.
Berikut ini adalah
ringkas langkah koperasi untuk menghadapi era-globalisasi
- Dalam menjalankan usahanya, pengurus koperasi harus mampu mengidentifikasi kebutuhan kolektif anggotanya dan memenuhi kebutuhan tersebut. Proses untuk menemukan kebutuhan kolektif anggota sifatnya kondisional dan lokal spesifik. Dengan mempertimbangkan aspirasi anggota-anggotanya, sangat dimungkinkan kebutuhan kolektif setiap koperasi berbeda-beda.
- Adanya efektifitas biaya transaksi antara koperasi dengan anggotanya sehingga biaya tersebut lebih kecil jika dibandingkan biaya transaksi yang dibebankan oleh lembaga non-koperasi.
- Kesungguhan kerja pengurus dan karyawan dalam mengelola koperasi. Disamping kerja keras, figur pengurus koperasi hendaknya dipilih orang yang amanah, jujur serta transparan.
- Membagi koperasi menurut beberapa sektor : - koperasi produsen atau koperasi yang bergerak di bidang produksi, - koperasi konsumen atau koperasi konsumsi, dan - koperasi kredit dan jasa keuangan
- Pemahaman pengurus dan anggota akan jati diri koperasi, pengertian koperasi, nilai-nilai koperasi dan prinsip-prinsip gerakan koperasi harus dijadikan point penting karena hal itu yang mendasari segala aktifitas koperasi. Aparatur pemerintah terutama departemen yang membidangi masalah koperasi perlu pula untuk memahami secara utuh dan mendalam mengenai perkoperasian.
- Kegiatan koperasi bersinergi dengan aktifitas usaha anggotanya.
- Koperasi produksi harus merubah strategi kegiatannya dengan mereorganisasi kembali supaya kompatibel dengan tantangan yang dihadapi.
Demikianlah langkah dalam menghadapi era-globalisasi tersebut, dalam hal ini
marilah kita memajukan perkoperasian Indonesia ini dan jadi kan ini menjadi
langkah kedepan untuk lebih mensukseskan koperasi di Indonesia.
Sumber : http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/11/bagaimana-koperasi-di-indonesia-menghadapi-era-globalisasi/
http://www.fe.trisakti.ac.id/pusatstudi_industri/pusat%20study%20tulus%20tambunan/pusat%20studi/program%20seminar/makalah%20seminar%202.doc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar